Berawal dengan dimulainya perang dingin tak kasat mata. Dua gadis yang habis dihajar oleh ribuan tulisan sebelumnya, kini terancam diambang kematian. Mereka saling sapa, senyum, bahkan bercanda. Tapi jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka sedang berperang. Hanya orang-orang terdekat yang mengetahui seberapa besar perjuangan mereka dalam peperangan batin itu.
Mengawali pagi dengan senyum. Hanya mereka yang tahu senyum itu merupakan topeng belaka. Jauh di dalam nya mereka hancur, berantakan, meratapi perang batin yang kian lama kian parah. Tidak tahu harus berbuat apa. Tidak tahu jalan mana yang harus dipilih. Terjebak dalam labirin yang mereka susun sendiri.
Ingin rasanya menyudahi semua ini, batin mereka. Tapi lari dari masalah bukanlah solusinya. Jalan tengah pun semata-mata menimbulkan masalah lain. "Lo tau kan apapun yang terjadi, mau lo bener, mau lo salah. Di mata gw lo yang salah. Dia selalu benar. Gw tau gw salah dengan pemikiran gw, Tapi gw harap lo bisa ngertiin gw", akhirnya salah seorang gadis itu memecah keheningan di teras merah. Sore yang tadinya terlihat menarik ditemani dengan matahari yang mulai bersembunyi di belakang pohon besar pun terlihat biasa saja sekarang.
Perempuan dihadapannya yang kini terlihat pucat pun akhirnya membuang nafas guna melepaskan sesak di dadanya. Matanya melihat kesana-kemari, menahan dengan kuat-kuat air mata yang ingin jatuh. Menarik nafas, kemudian mulai membalas ucapan temannya tadi. "I know. Itu hak kamu kok. Aku ga marah". Sesekali ia melihat dan mencoba membaca raut muka gadis dihadapannya. Berjaga-jaga jika ia mengucapkan hal yang salah.
Mereka teman, sahabat bisa dibilang. Tapi salah satu dari mereka tidak akan pernah bisa lagi memandang sahabatnya sama seperti sebelum mereka diterpa badai. Ia belum atau mungkin tidak akan pernah bisa lagi percaya penuh kepada 'sahabat'nya itu. Dan gadis yang lain juga tidak bisa menganggap ia sebagai sahabatnya lagi. Ia juga perempuan yang butuh pelindung, yang juga ingin meluapkan emosinya, tapi ia tahu, ia salah. Ini semua salahnya. Ia berhak untuk mendapatkan perilaku seperti itu.
"Mungkin dengan berjalannya waktu gw bisa maafin dia. Mungkin. Dan mungkin emang gw yang salah dalam masalah ini. Tapi gw tetap ga bisa ngebiarin dia ngelakuin hal itu ke gw, mungkin belom. Dan mungkin gw akan terbiasa melukai diri gw sendiri. Mulai saat ini."
"Mungkin seiringnya waktu aku bisa terbiasa. Terbiasa dengan aku yang merasa terasingkan dalam pertemanan ini. Terbiasa mengalah, terbiasa mendengarkan cemooh, terbiasa menyalahkan diri sendiri."
Two sides. Two person. Two head. Two thought. Two point of views. Which side are you.
Credit to the owner.
They hide their feelings in public and went home crying,
Yet everyone else thought they were the happiest.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar